Judul : Hex Hall
Penulis : Rachel Hawkins
Penerbit : Gramedia
SINOPSIS
Saat ulang tahunnya yang kedua belas, Sophie Mercer mendapati kalau dirinya ternyata seorang penyihir. Tiga tahun kemudian, akibat mantranya mengacaukan pesta dansa sekolah, dia diasingkan ke Hex Hall, sekolah bagi anak-anak bandel Prodigium—penyihir, peri, vampir, warlock, dan shapeshifter.
Pada akhir hari pertama berada di antara sesama remaja aneh di Hex Hall, Sophie mendapati hal yang mengesankan: naksir kepada cowok warlock ganteng, bermusuhan dengan tiga cewek yang berwajah bagaikan supermodel, terus dibuntuti hantu menyeramkan, dan tinggal sekamar dengan orang yang paling dibenci dan satu-satunya vampir di sekolah. Lebih buruk lagi, Sophie segera mengetahui kalau ada makhluk misterius yang menyerang murid-murid, dan satu-satunya teman yang dimilikinya merupakan tersangka nomor satu.
Sementara serangkaian misteri yang mengerikan mulai terungkap, Sophie bersiap-siap menghadapi ancaman yang paling besar: kelompok rahasia kuno yang bertekad untuk menghancurkan semua Prodigium, khususnya dirinya.
Buku ini menceritakan Sophie Mercer seorang remaja putri berusia 15 tahun yang memiliki kekuatan sihir. Seharusnya ia berhati-hati agar orang lain tidak mengetahui kekuatan sihir yang dimilikinya. Namun di sebuah pesta, ia mengeluarkan mantra cinta untuk membantu temannya agar bisa mendapatkan cowok populer di sekolah. Kekacauan pun terjadi. Orang-orang jadi mengira Sophie punya kekuatan sihir. Mengetahui hal itu, Orang tuanya memasukkan Sophie ke Sekolah Hex Hall.
Di sekolah sihir tersebut Sophie tidak hanya bertemu sesama penyihir saja. Disana ada juga kaum vampir, peri, dan shapeshifter (manusia serigala dan manusia yang bisa berubah wujud menjadi hewan). Keempat kaum itu disebut kaum Prodigium.
Mula-mula, buku ini menyajikan cerita dengan nuansa teenlit yang cukup kental. Persahabatan antara Sophie dengan teman sekamarnya, Jenna dan konflik cinta segitiga antara Sophie, Archer, dan Elodie (Pacar Archer). Pada pertengahan buku barulah muncul sebuah misteri. Ya.. selama membaca, saya cukup menunggu-nunggu kapan misterinya muncul.
Sophie menemukan teman sekolahnya, Chatson tergeletak di kamar mandi dengan luka di leher dan sayatan di kedua pergelangan tangannya. Melihat luka dileher tersebut, pihak sekolah mencurigai Jenna sebagai pelakunya karena ia satu-satunya vampir di sekolah itu. Namun Sophie tidak berpikir seperti itu. Ia percaya Jenna tidak melakukannya. Selanjutnya, pembaca akan menemukan apakah Jenna pelakunya atau bukan.
Jika diperhatikan, sikap Sophie yang begitu percaya pada Jenna memberi teladan bagi pembaca untuk bisa percaya dan tidak berprasangka buruk terhadap orang lain apalagi sahabatnya sendiri.
Menjelang akhir buku, hal-hal tak terduga makin banyak bermunculan yang membuat keseruan cerita mencapai klimaksnya. Archer ternyata adalah salah satu dari mata. Mata merupakan sebutan bagi anggota L’Occhio di Dio, kelompok pemburu prodigium. Archer selama ini menyamar dan setelah identitasnya diketahui oleh Sophie, ia secara misterius hilang dari sekolah.
Hal yang paling mengejutkan adalah mengenai Sophie yang ternyata ia bukan penyihir biasa. Begitu ia tahu siapa dia sebenarnya, ia membuat keputusan. Mengenai keputusan yang harus ia jalani, telah dikisahkan pada buku kedua yang berjudul Demonglass. Pembaca benar-benar dibuat penasaran untuk segera melanjutkan membaca buku yang kedua.
Pada akhir hari pertama berada di antara sesama remaja aneh di Hex Hall, Sophie mendapati hal yang mengesankan: naksir kepada cowok warlock ganteng, bermusuhan dengan tiga cewek yang berwajah bagaikan supermodel, terus dibuntuti hantu menyeramkan, dan tinggal sekamar dengan orang yang paling dibenci dan satu-satunya vampir di sekolah. Lebih buruk lagi, Sophie segera mengetahui kalau ada makhluk misterius yang menyerang murid-murid, dan satu-satunya teman yang dimilikinya merupakan tersangka nomor satu.
Sementara serangkaian misteri yang mengerikan mulai terungkap, Sophie bersiap-siap menghadapi ancaman yang paling besar: kelompok rahasia kuno yang bertekad untuk menghancurkan semua Prodigium, khususnya dirinya.
Buku ini menceritakan Sophie Mercer seorang remaja putri berusia 15 tahun yang memiliki kekuatan sihir. Seharusnya ia berhati-hati agar orang lain tidak mengetahui kekuatan sihir yang dimilikinya. Namun di sebuah pesta, ia mengeluarkan mantra cinta untuk membantu temannya agar bisa mendapatkan cowok populer di sekolah. Kekacauan pun terjadi. Orang-orang jadi mengira Sophie punya kekuatan sihir. Mengetahui hal itu, Orang tuanya memasukkan Sophie ke Sekolah Hex Hall.
Di sekolah sihir tersebut Sophie tidak hanya bertemu sesama penyihir saja. Disana ada juga kaum vampir, peri, dan shapeshifter (manusia serigala dan manusia yang bisa berubah wujud menjadi hewan). Keempat kaum itu disebut kaum Prodigium.
Mula-mula, buku ini menyajikan cerita dengan nuansa teenlit yang cukup kental. Persahabatan antara Sophie dengan teman sekamarnya, Jenna dan konflik cinta segitiga antara Sophie, Archer, dan Elodie (Pacar Archer). Pada pertengahan buku barulah muncul sebuah misteri. Ya.. selama membaca, saya cukup menunggu-nunggu kapan misterinya muncul.
Sophie menemukan teman sekolahnya, Chatson tergeletak di kamar mandi dengan luka di leher dan sayatan di kedua pergelangan tangannya. Melihat luka dileher tersebut, pihak sekolah mencurigai Jenna sebagai pelakunya karena ia satu-satunya vampir di sekolah itu. Namun Sophie tidak berpikir seperti itu. Ia percaya Jenna tidak melakukannya. Selanjutnya, pembaca akan menemukan apakah Jenna pelakunya atau bukan.
Jika diperhatikan, sikap Sophie yang begitu percaya pada Jenna memberi teladan bagi pembaca untuk bisa percaya dan tidak berprasangka buruk terhadap orang lain apalagi sahabatnya sendiri.
Menjelang akhir buku, hal-hal tak terduga makin banyak bermunculan yang membuat keseruan cerita mencapai klimaksnya. Archer ternyata adalah salah satu dari mata. Mata merupakan sebutan bagi anggota L’Occhio di Dio, kelompok pemburu prodigium. Archer selama ini menyamar dan setelah identitasnya diketahui oleh Sophie, ia secara misterius hilang dari sekolah.
Hal yang paling mengejutkan adalah mengenai Sophie yang ternyata ia bukan penyihir biasa. Begitu ia tahu siapa dia sebenarnya, ia membuat keputusan. Mengenai keputusan yang harus ia jalani, telah dikisahkan pada buku kedua yang berjudul Demonglass. Pembaca benar-benar dibuat penasaran untuk segera melanjutkan membaca buku yang kedua.